Powered by Blogger.
RSS
Container Icon

Fiktif : Atas Nama Cinta

Dia, adalah perempuan biasa yang berusaha tegar untuk tetap menatap hidup ini dengan sisa-sisa cinta yg tak pernah mati ... untuknya ... dia yang bukan kekasihnya. Langit masih mendung menyisakan basah hujan deras semalam, alam seperti ini bukan pembuktian untuk menegaskan betapa kelabunya hati Nadia saat ini. Entah sejak kapan perasaan ini semakin menjadi dan begitu menyesakkan hati setiap detik yang Dia lalui tanpa bisa memperjuangkan apa-apa atas cinta yang selalu dikuburkannya dalam-dalam ke jauh di masa silamnya.

Seperti biasa sepulang kerja Dia selalu dijemput kekasihnya, titik-titik air hujan mulai menyirami kaca mobil yang mereka kendarai.
"Di, kamu sakit ya? kok tumben dari tadi diem aja?" pertanyaan Rendy membuyarkan lamunan Nadia seketika.
"Engga kok, biasa aja, hanya capek aja, tadi jobku lumayan banyak", apa kamu perlu tau segala yg terjadi dalam hatiku, kamu terlalu baik Ren, ga sepantasnya aku memperlakukanmu seperti ini, Nadia hanya bisa membatin semua risaunya, sekilas diliriknya Rendy yang masih konsentrasi dengan jalanan yang semakin macet. Empat puluh lima menit berlalu, tepat kini mereka berada di depan rumah Nadia.
"Ga masuk dulu Ren?" tawar Nadia.
"Ga usah deh, makin deras nih hujannya, aku langsung pulang aja," jawab Rendy berusaha sebisa mungkin agar tidak menyinggung perasaan Nadia.
"Ya udah, ati-ati ya," dengan senyum kecil Nadia melepas Rendy pulang sore itu.

***

Malam itu, Nadia kembali hanyut dalam lamunannya, Dia tak ingin seperti ini tapi entah kenapa akhir-akhir ini rasa itu begitu kencang datang bertubi-tubi membuka semua kenangan masa silamnya. Padahal sebelumnya tak ada kejadian apapun yang membuatnya harus mengingat lagi akan cinta yang masih panas dalam hatinya. Dan malam ini, Nadia semakin jauh terbawa ke dalam rasanya yang kian menyiksa. Sudah tak bisa lagi, Dia harus melakukan sesuatu untuk menghentikan laju perasaannya yang kian tak menentu. Diambilnya HP yang tergeletak di atas tempat tidurnya, dengan gesit dia mulai mengetikkan SMS.
"Ratih, sorry nih ganggu mlm2. Kmu msh sering ketemu Arga? Gmn kbrnya?" SMS terkirim dengan sukses. Ratih adalah teman lamanya Nadia yang sekarang tinggal satu kota dengan Arga, dan Arga adalah lelaki yang tak pernah bisa dia lupakan dalam hidupnya sampai sekarang. Tiga puluh menit berlalu tanpa ada balasan dari Ratih, sebenarnya Nadia sudah tidak sabar, tapi Dia berusaha untuk menahan diri. Tiba-tiba ringtone SMS memecah keheningan malam itu.
"Dia, sebnrnya dr minggu lalu aq ingin bilang k kmu, tp tdk berani, kmu yakin ingin tau kbrnya Arga?" SMS Ratih benar-benar membuat Nadia semakin penasaran, Nadia sudah siap dgn segala kemungkinan terburuk.
"Ada apa dgn Arga? Apa dia sdh menikah? Knp dia tdk mengundangku? Meskipun hatiku sakit pasti aq akan dtg utknya..."
Sebenarnya Nadia tdk yakin apa dia bisa kuat menghadiri acara pernikahan Arga seandainya memang itu terjadi.
"Bukan itu Di. Arga masuk RS, ternyata dia menderita tumor otak"
DEG ... !! Malam terasa semakin hening, Nadia tak ingin mempercayai berita ini. HP di tangannya terlepas begitu saja. Butir-butir air mata membanjir dengan derasnya di pipi Nadia. Sepuluh menit berlalu dalam isak tangis Nadia. Tiba-tiba HPnya berdering, tertera nama Ratih di layarnya.
"Ya?" sahut Dia dgn suara bergetar.
"Di ... " belum sempat Ratih bicara sudah dipotong oleh Nadia.
"Rat, bilang kalau kamu hanya bercanda, bilang kalau kamu hanya ngerjain aku seperti biasanya, bilang kalau Arga baik-baik saja di sana ... ,"
"Di...," Ratih benar-benar tak tau harus bicara apa.
"Rat, kamu bohong kan?"
"Di, maaf .. bagaimanapun akhirnya kamu harus tau, Arga memang sakit Di, aku... " Ratih tak sanggup melanjutkan kalimatnya ketika mendengar tangis Nadia yang kian menjadi dr seberang sana.
"Di, sebaiknya kamu tenang dulu, sabtu ini aku temani kamu untuk menjenguknya,"
Dan begitulah, malam itu benar-benar menjadi malam terpanjang seumur hidup Nadia, menunggu pagi menyapa lagi. Dan dia ingin terbangun, berharap semua ini hanya mimpi.

***

Pagi itu, Rendy menjemput Nadia, tapi Nadia sudah tidak ada di rumah. Orang tuanya bilang kalau Nadia sudah berangkat dari tadi. Rendy tak habis pikir dengan kelakuan Nadia akhir-akhir ini, HP Nadia tak aktif ketika Rendy berusaha untuk menghubunginya.

Sementara itu di kota X Nadia sudah berada di halaman Rumah Sakit bersama Ratih, Ratih sendiri terkejut dengan kehadiran Nadia yang mendadak sekali, apalagi di hari kerja, akhirnya terpaksa Ratih ijin pada atasannya.

Nadia sudah bisa membendung air matanya, meskipun rautnya tak bisa menyembunyikan luka yang terdalam jauh di hatinya. Pagi itu hanya ada Arini adiknya Arga yang menunggu di Rumah Sakit. Ketika masuk ke ruangan itu, Nadia seakan tak percaya bahwa yang terbaring di ranjang adalah Arga, lelaki yang selama ini dicintainya, yang dulu pernah mengisi kehidupannya sebelum akhirnya mereka putus karena suatu hal.
"Arini ..." lirih Nadia memanggil adik Arga.
"Mbak Nadia?!" kaget Arini menatap Nadia ada di situ, kemudian mereka berpelukan. Dan Nadia akhirnya tak bisa lagi membendung air matanya.
"Yang sabar ya Rin..." kata Nadia, yang sebenarnya dia ingin menguatkan hatinya sendiri.
"Iya mbak"
Nadia melepas pelukan Arini dan melangkah perlahan ke ranjang Arga. Air matanya kian menderas. Nadia duduk di kursi yang berada persis di samping Arga. Ditatapnya wajah itu, lama ... tak ada tanda-tanda Arga akan siuman. Lirih sekali Nadia memulai bicara pada Arga, entah Arga mendengar atau tidak, Nadia hanya ingin melepas semua lukanya yang tersimpan selama satu tahun lebih dalam ketidak sanggupannya untuk mempertahankan cintanya pada Arga.
"Arga ... ini aku, Nadia ... Aku tak sanggup melihatmu seperti ini, rasanya jauh lebih sakit drpd aku harus melepaskanmu, seandainya bisa ... aku ingin menggantikanmu berbaring di sini, merasakan tiap detik rasa sakitmu. Arga ... kamu harus kuat, kamu harus sembuh, aku ... aku ... masih sangat cinta sama kamu ..." Nadia sudah tak sanggup lagi untuk meneruskan semuanya.

***

"Hai Nadia, apa kabar?" sapa Arga terlihat begitu segarnya.
"Arga?! Kamu sudah sembuh?" tanya Nadia kaget bercampur senang, Dia tak mengira akan secepat ini kesembuhan Arga.
"Iya, senang bisa melihatmu lagi," sahut Arga dengan senyumnya yang tak akan pernah Nadia lupakan.
"Aku juga senang melihatmu sudah sehat lagi," Nadia masih tak percaya dengan kenyataan yang ada di depannya kini.
"Di, aku ... sebenarnya aku ke sini hanya ingin bilang, aku mendengar semua perkataanmu waktu di rumah sakit," kata Arga. Tiba-tiba saja, raut muka Nadia langsung merona. Betapa tidak, malu sekali dia telah mengatakan kalau dia masih mencintai Arga. Nadia hanya bisa terdiam, menunduk.
"Di ... sebenarnya ... aku juga masih sayang kamu," ucap Arga tegas, seketika Nadia langsung menatap wajah Arga, ada raut bahagia di sana, tapi juga ada sakit yang terlihat samar.
"Kamu serius Ga? Tapi aku ..." Nadia tidak jadi melanjutkan kalimatnya.
"Iya, tapi aku tidak bisa menemanimu lagi Di..." sahut Arga melirih.
"Kenapa begitu Ga?" Nadia begitu terkejut mendengarnya.
"Karena aku harus pergi ..."
"Apa kamu ditugaskan ke luar kota? Aku bisa menunggumu, aku tak ingin kehilangan kamu lagi Ga."
"Masalahnya tdk semudah itu Di, aku harus pergi, dan kamu tak akan sanggup untuk menungguku."
"Tapi Ga ..."
"Di, sudah waktunya aku untuk pergi ... Selamat tinggal ..." Arga pergi begitu saja meninggalkan Nadia dalam ketidak berdayaan.
"Arga !!! Argaaaaa !!!!"
Deg ... malam yang dingin ini terasa panas bagi Nadia, tiba-tiba Dia terbangun dari tidurnya. Dilihatnya jam di meja, masih pukul 02.40 WIB. Hhhff ... Nadia hanya bermimpi, tapi mimpi itu terasa begitu nyata, dan malam itu Nadia terjaga sampai pagi. Ketika hendak berangkat kerja tiba-tiba ponselnya berdering.
"Hallo ..."
"Nadia ..."
"Ya? Ada apa Rat?" perasaan Nadia tiba-tiba saja tidak tenang.
"Di, yang tabah ya ... aku dapat kabar dari Arini, katanya semalam Arga meninggal, sekitar jam 02.40,"
Ingatan Nadia langsung kembali pada mimpinya semalam, semua terasa masih begitu hangat dalam ingatan, semua tentang Arga, dan tiba-tiba langit jadi menghitam, kemudian Nadia tak sadar yang selanjutnya terjadi. Ketika terbangun Nadia sudah berada di tempat tidurnya lagi. Di situ sudah ada Ibunya dan Rendy.
"Nadia, kamu sudah sadar? sepertinya kamu kecapekan sampai pingsan," sapa Rendy.
Seketika Nadia terduduk, dan melihat jam tangannya, sudah jam 09.10 WIB.
"Ren, aku harus ke kota X, sekarang .." Nadia bangun dr tempat tidurnya dan bergegas untuk bersiap-siap berangkat.
"Nadia, ada apa? Kamu masih ga enak badan, kamu harus istirahat," cegah Rendy.
"Tapi ini harus, kamu bisa anterin aku kan Ren," pinta Nadia hampir menangis.
"Ok, ok ... kamu siap-siap dulu"
Rendy masih tetap tak mengerti ada apa ini sebenarnya. Dan Nadia masih tak membuka mulut sama sekali selama perjalanan. Sampai akhirnya Rendy tau apa yang sedang terjadi sebenarnya. Ya ... di pemakaman itu Rendy baru tersadar bahwa Nadia ingin melepaskan kepergian Arga untuk yang terakhir kalinya. Ada rasa sakit yang menusuk di hati Rendy, tapi tentu saja dia tak bisa berbuat apa-apa.
Dan selama pemakaman itu Nadia tak pernah berhenti menangis, sedetikpun tidak. Rendy hanya bisa berusaha membuat Nadia tetap tegar, meskipun dia sendiri juga harus tegar menghadapai kenyataan bahwa Nadia masih mencintai Arga.

Perjalanan pulang juga masih diselimuti kebisuan di antara Nadia dan Rendy. Akhirnya Rendy membuka percakapan.
"Di, kamu masih belum bisa melupakan Arga ya?" tanya Rendy hati-hati.
"Maaf Ren, kalau selama ini aku berpura-pura menyayangimu, aku memang masih blm bisa melupakan Arga," jawab Nadia pasrah.
Rendy hanya terdiam, entah siapa sekarang yang lebih sakit di antara mereka.
"Sekarang semuanya terserah Rendy, aku tak bisa memaksa kamu untuk tetap bersama aku," lanjut Nadia.
"Di, aku akan selalu menunggumu, sampai kamu bisa benar-benar menyayangiku dan bersedia menikah denganku ... ," kalimat Rendy benar-benar membuat Nadia semakin merasa bersalah, Nadia hanya bisa menatap kagum pada lelaki di sampingnya.
"Karena hanya itu yang bisa aku lakukan untukmu ... " lanjut Rendy sambil tersenyum.
Nadia hanya bisa tersenyum. Semuanya harus tetap berjalan, masa depan masih harus dihadapi, meskipun sekarang belum ada cinta untuk Rendy, tapi pasti Tuhan akan menunjukkan jalan yang terbaik.

Lamat-lamat terdengar lagunya Rossa dari radio yang ada di mobil dan baru saja dinyalakan Rendy untuk menghilangkan keheningan ini.

Rossa - Atas Nama Cinta

Aku wanita yang punya cinta di hati
Dan dirimu dan dirinya dalam hidupku
Mengapa terlambat cintamu telah termiliki
Sedang diriku dengan dia tak begitu cinta

Mengapa yang lain bisa
Mendua dengan mudahnya
Namun kita terbelenggu
Dalam ikatan tanpa cinta

Atas nama cinta
Hati ini tak mungkin terbagi
Sampai nanti bila aku mati
Cinta ini hanya untuk engkau
Atas nama cinta
Kurelakan jalanku merana
Asal engkau akhirnya denganku
Kubersumpah atas nama cinta

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 comments:

Anonymous said...

ceritanya kereen,.. cukup kereen,.. apalagi sampe pda waktu mimpi ituu,. bikin bulu kudukku merinding,... yah,.. takdir memang tidak akan bs memutus rasa cinta,..

kemudian ga tau napa perasaan Rendy yg hatinya tertusuk pun aku bs ngrasain jg,.. spt klo aku jd si Rendy nya,.. dan kebaikannya untuk tetep bersedia,.. meski jawaban si Rendy itu dirasain jg ga enak bgt,..

sayangnya,. tiba2 saja kenyamanan membaca cerita ini dirusak oleh ending yg maksa bgt (puoolll,.:p) sama lagunya rosa jg :(
jadi mentah aja tiba2 rasa yg dah kudapat waktu baca ditengah-tengah,..

Wuland said...

nulisnya dari hati tuh makanya feel-nya dapet :D tapi endingnya emang dipaksain seperti itu klo engga bakal susah memilih antara Rendy ato Arga hehehe
tiap cerita kan harus ada endingnya, ato ada ide endingnya lebih enak dibuat gmn? ^_^